Rabu, 10 Agustus 2011

Tips : 10 Indikasi “Gagal” Meraih Keutamaan Ramadhan

10 Indikasi “Gagal” Meraih Keutamaan Ramadhan
“Beberapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga” (HR Bukhari dari Muslim).

Pertama, Ketika kurang optimal melakukan “Warning up” dengan memperbanyak ibadah sunnah di bulan Sya’ban. Ibarat sebuah mesin, memperbanyak ibadah sunnah di bulan Sya’ban berfungsi sebagai pemanasan bagi ruhani dan fisik untuk memasuki bulan Ramadhan. Berpuasa sunnah, memperbanyak ibadah, tilawah Qur’an sebelum Ramadhan, akan menjadikan suasana hati dan tubuh kondusif untuk pelaksanaan ibadah di bulan puasa.

Kedua, Ketika target membaca Al-Qur’an yang dirancangkan minimal satu kali khatam, tidak terpenuhi selama bulan Ramadhan. Dibulan ini pembacaan Al-Qur’an merupakan bentuk ibadah tersendiri yang sangat dianjurkan. Orang yang berpuasa di bulan ini sangat dianjurkan memiliki Al-Qur’an yang lebih baik dari bulan-bulan selainnya. Kenapa minimal harus dapat menghatamkan 1 kali sepanjang bulan ini ? karena memang itu adalah target minimal pembacaan Al-Qur’an yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Ketika Abdullah bin Umar bertanya kepadanya, “Berapa lama sebaiknya seseorang menghatamkan Al-Qur’an. Rasul menjawab, “Satu kali dalam satu bulan”. Abdullah bin Umar mengatakan,” Aku mampu untuk lebih lebih dari satu kali khatam dalam satu bulan.” Rasul berkata lagi, “Kalau begitu, bacalah dalam satu pekan.” Tapi Abdullah bin Umar masih mengatakan bahwa dirinya masih mampu membaca seluruh Al-Qur’an lebih cepat dari satu pekan. Kemudian Rasul mengatakan ,”Kalau begitu, bacalah dalam tiga hari “.

Ketiga Ketika berpuasa tidak menghalangi sesorang dari menjaga mulut seperti membicarakan keburukan orang, mengeluarkan kata-kata kasar, membuka rahasia, mengadu domba, berdusta dan lain sebagainya. Mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sukar untuk dikendalikan namun nilainya sangat mahal. Rasulullah berpesan, adakalanya kalimat buruk yang sering diucapkan oleh seseorang, tapi karena Allah tidak ridha dengan kalimat itu, orang tersebut dimasukan kedalam neraka (HR. Ahmad).

Keempat Ketika berpuasa tidak bisa menjadikan pelakunya berupaya memelihara mata dari melihat yang haram. Puasa yang tidak menambah pelakunya lebih memelihara mata dari yang haram, menjadikan puasa itu nyaris tak memiliki pengaruh apapun dalam perbaikan diri. Karenanya boleh jadi puasanya secara hukum sah, tapi substansi puasa itu tidak akan tercapai.

Kelima, Ketika malam-malam Ramadhan tak ada bedanya dengan malam-malam selain Ramadhan, salah satu ciri khas malam bulan Ramadhan adalah Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menghidupkan malam dengan shalat dan doa-doa tertentu. Ibadah shalat malam di bulan Ramadhan yang biasa disebut tarawih, merupakan amal ibadah khusus di bulan ini. Tanpa menghidupkan malam dengan ibadah tarawih, tentu seseorang akan kehilangan momentum berharga. Selain itu, di dalam shalat ini pula Rasulullah mengajurkan doa-doa khusus yang insya Alalh akan diijabah oleh Allah swt. Diantara doa yang perlu diperbanyak dalam shalat tarawih adalah,“ Allahuma inni as aluka ridhaka Wal jannah wa na’udzu bika min sakhotika wan naar”. Ya Allah, aku mohon keridhaan-Mu dan surga-Mu dan Aku mohon perlindungan-Mu dari neraka-MU..” .

Keenam Jika saat berbuka puasa menjadi saat melahap semua keinginan nafsunya yang tertahan sejak pagi hari hingga petang. Menjadikan saat berbuka sebagai kesempatan “balas dendam” dari upaya melawan hawa lapar dan haus selama siang hari. Bila terjadi seperti ini nilai puasa akan hilang. Puasa menjadi kecil tak bernilai dan lemah unsur pendidikannya ketika upaya menahan dan mengendalikan nafsu itu hancur oleh pelampiasan nafsu yang dihempaskan pada saat berbuka puasa.


Ketujuh Ketika bulan Ramadhan tidak dioptimalkan untuk banyak berinfaq dan bersadaqah. Rasulullah seperti di gambarkan dalam sebuah hadits menjadi sosok yang paling murah dan dermawan di bulan Ramdhan, hingga kedermawanannya mengalahkan angin yang tertiup.

Kedelapan Ketika hari-hari menjelang Idul Fitri sibuk dengan persiapan lahir, tapi tidak sibuk dengan memasok perbekalan sebanyak-banyaknya pada 10 malam terakhir untuk memperbanyak ibadah. Lebih banyak berfikir untuk merayakan Idul Fitri dengan berbagai kesenangan, tapi melupakan suasana akan berpisah dengan bulan mulia tersebut. Rasulullah dan para sahabatnya memperbanyak beribadah berdzikir dan berupaya meraih keutamaan malam seribu bulan, saat diturunkannya Al-Qur’an. Pada detik-detik terakhir menjelang usainya Ramadhan mereka merasakan kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan bulan mulia itu. Sebagian mereka bahkan menangisi karena akan berpisah dengan bulan mulia. Ada juga yang bergumam jika mereka dapat merasakan Ramadhan sepanjang tahun.

Kesembilan Ketika Idul Fitri dan selanjutnya dirayakan laksana hari “merdeka” dari penjara untuk kembali melakukan berbagai penyimpangan. Fenomena ini sebenarnya hanya akibat pelaksaan puasa yang tak sesuai dengan adabnya. Orang yang berpuasa dengan baik tentu tidak akan menyikapi Ramadhan sebagai pengekang.

Kesepuluh Setelah Ramadhan, nyaris tidak ada ibadah yang ditindaklanjuti pada bulan-bulan selanjutnya. Misalnya memelihara kesinambungan puasa sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur’an. Amal-amal satu bulan Ramadhan adalah bekal pasokan agar ruhani dan keimanan seseorang meningkat untuk menghadapi sebelas bulan setelahnya. Namun orang akan gagal meraih keutamaan Ramadhan, saat ia tidak berupaya menghidupkan amal-amal ibadah yang pernah ia jalankan dalam satu bulan itu. Wallahu a’lam busahawab.
“Dikutip dari majalah Tarbawi edisi Ramadhan”

0 komentar:

Posting Komentar