Muhammad SAW adalah sosok yang sangat luar biasa, Hingga
hari ini ketika dunia di hebohkan dengan Film 786 yang menghina Nabi Muhammad
SAW tak akan mampu mengurangi rasa sosok yang penuh dengan akhlak istimewa.
hari ini saya kembali membaca sebuah tulisan yang sangat
bagus dari Ust. KH. Rahmat Abdullah rahimahullah, yang kemudian saya posting
kembali di blog saya, semoga ini menjadi Inspirasi bagi kita semua untuk
mencotohi Rasulullah SAW..
Shalawat Atas Nabi SAW
Oleh : Ust. KH. Rahmat Abdullah rahimahullah
Apa yang Tuan
pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan
dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat
mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu
mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri. Ia produk ta'dib
Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari dalam panasnya dan menggetarkan
jutaan bibir dengan sebutan namanya, saat muaddzin mengumandangkan adzan.
Di rumahnya tak
dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja-raja
dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya.
Tak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh
pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam kesibukannya ia masih
bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-Zahra dan Ali
bin Abi Thalib.
Fathimah merasakan
kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. Saat
bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas jinayah seorang perempuan
bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang
sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan
apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi
Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan
memotong tangannya."
Hari-harinya penuh
kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk (lebih dari satu dua
kali) berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk
Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan
pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan
namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam
sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau menambal pakaian yang
koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab:
"Labbaik". Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah,
namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumah".
Di bawah pimpinannya,
laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama
perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia."Sebaik-baik kamu ialah yang
terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu
terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang
mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian
pesannya.
Di sela 27 kali
pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya
(sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur'an, sunnah, hukum,
peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan
bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan
wibawa. Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.
Setiap kisah yang
dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke
masjid seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia
kencing di lantai masjid yang berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan
hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada mereka: "Jangan. Biarkan ia
menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat tangannya,
"Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun bersama kami."
Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.
Ia kerap
bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak,
bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang
merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk
rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma'af orang.
Ia selalu lebih dulu
memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah
menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah
menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka.
Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia
berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama
yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (sebutan bapak atau ibu si
Fulan). Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan.
Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya
dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.
Pada suatu hari dalam
perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau
mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat
mengawal kemahnya. Di tengah malam terdengar suara gaduh yang mencurigakan.
Para shahabat bergegas ke arah sumber suara. Ternyata Ia telah ada di sana
mendahului mereka, tegak di atas kuda tanpa pelana. "Tenang, hanya angin
gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena
ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas.
Ummul Mukminin Aisyah
Ra. Berkata : "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang
dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya
dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30
gantang gandum."
Sungguh ia berangkat
haji dengan kendaraan yang sangat sederhana dan pakaian tak lebih dari 4
dirham, seraya berkata,"Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung
riya dan sum'ah." Pada kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan
sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh
punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia
tidak mabuk kemenangan.
Betapapun sulitnya
mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini
membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir
mengucapkan shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat
do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang
Mahsyar nanti."
Ketika masyarakat
Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk
menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap
keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada
Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."
Mungkin dua kata
kunci ini menjadi gambaran kebesaran jiwanya. Pertama, Allah, Sumber kekuatan
yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya.
Ini membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang
menjauh, shahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri
tercinta. Kedua, Ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk
dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.
Ya, Ummati, tak
cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan
tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah
tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya
(QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah
tersebut, "Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan
bersalamlah dengan sebenar-benar salam."
Allahumma shalli
'alaihi wa'ala aalih !
0 komentar:
Posting Komentar