Adalah wajar bila seorang makin berharap menjadi kaya, orang bodoh bercita-cita menjadi pintar, pejabat rendahan menginginkan jabatan yang tinggi. Seorang pengangguran ingin cepat mendapat pekerjaan tetap, seorang politisi ingin segera mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Semua keinginan di atas wajar dan boleh-boleh saja. Agama tidak melarang. Bahkan Allah membuka pintu do'a bagi mereka yang punya berbagai harapan. Jika dimohon dengan sungguh-sungguh, Allah pasti mengabulkan. Adapun banyak sedikitnya, dalam tempo segera atau ditunda, semua bergantung pada kemurahan Tuhan.
Pada dasarnya semua yang ditimpakan kepada manusia baik atau buruk adalah ujian. Tapi ternyata hanya mereka yang ditimpa keburukan saja yang merasa diuji, sementara yang diberi kebaikan merasa dikasihi. Padahal bisa jadi yang ditimpa keburukan itu justru yang menjadi kekasih Tuhan. "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan" (QS Al Anbiya : 35)
Nabi Sulaiman diuji dengan banyaknya harta, tapi ia lulus karena selalu sadar bahwa harta yang dimilikinya adalah karunia sekaligus ujian dari Allah swt.
"Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau kufur." (QS An Naml : 40)
Nabi Ayyub dicoba dengan berbagai penderitaan, mulai dari kemiskinan hingga sakit yang tak kunjung sembuh. Tapi ia lulus menghadapi ujian ini, karena tetap dalam keadaan sabar dan tawakkal. Ia tetap menyadari bahwa kesenangan yang diberikan Allah atasnya masih jauh lebih besar dari pada penderitaan yang dialaminya. Ketika istrinya mengusulkan kepadanya agar minta kepada Allah kesembuhan atas penyakitnya, ia malah berkata: "Aku malu kepada Allah. Bertahun-tahun aku sehat dan kaya, sementara baru beberapa saat saja aku sakit dan jatuh miskin"
Diantara kita ada sebagian yang tidak tahan menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, utamanya jika ujian yang diberikan berupa penderitaan dan kemiskinan. Jika boleh memilih, kita lebih suka diuji dengan berbagai kebaikan.
Karena tidak sedikit diantara kita kemudian berandai-andai. Seandai-nya saya diberi kekayaan, maka sebagian besar kekayaan itu saya sedekahkan untuk sebagian yatim piatu, pembangunan masjid, proyek kesejahteraan ummat, dan berbagai amal shalaih lainnya. Tidak jarang pengandaian ini kemudian berubah menjadi janji kepada diri sendiri bahkan kepada Allah swt.
Janji seperti ini dilakukan oleh banyak orang dengan berbagai hajat dan kebutuhan. Ketika sebuah kapal mengalami musibah kebakaran, semua penumpangnya menjadi panik. Diantara mereka ada yang berjanji dengan sepenuh hati, jika Allah menyelamatkan jiwanya, maka sisa umurnya akan dihabiskan untuk amal shalih dan beribadah kepadaNya.
Bertahun-tahun seorang lelaki setengah baya terbaring di rumah sakit. Berbagai terapi telah dijalani, berbagai obat telah ditelan, akan tetapi kondisi tetap seperti semula, malah lebih parah lagi. Disaat seperti ini ia khusyu' berdo'a kepada Allah dan berjanji di hadapanNya, bila kelak diberi kesembuhan, maka seluruh amal maksiatnya akan segera ditinggalkan, sebagian hartanya akan didermakan, dan ia akan kembali ke jalan kebenaran.
Seorang pegawai rendahan berusaha keras untuk menaikkan jabatannya. Iapun berusaha sekolah lebih tinggi dengan harapan bisa naik pangkat lebih cepat. Di tengah usaha kerasnya iapun berjanji bila kelak menduduki jabatan tinggi akan memperhatikan nasib bawahan dan memperjuangkan tingkat kesejahteraannya. Janji itu kadang tidak disembunyikan untuk dirinya sendiri, tapi juga disampaikan kepada orang lain, dalam hal ini rekan-rekan senasib sepenanggungan.
Barangkali orang-orang yang disebutkan di atas adalah diri kita sendiri. Kita ternyata tidak juga lepas dari janji-janji seperti ini. Ketika masih mahasiswa, kita idealis sekali. Semua tindak korupsi kita tentang, malah kita demonstrasi. Kitapun menuntut keadilan dan kejujuran semua pihak. Dalam diri kita ada semangat juga janji kepada diri sendiri, jika kelak kita menjadi pejabat, kita tidak akan mengulangi hal yang sama. Semua korupsi kita tindak, semua yang tidak jujur kita sikat. Tapi, bagaimana setelah kita sekarang menjadi pejabat?
Sungguh mudah bagi kita untuk membuat janji, baik janji kepada diri sendiri, kepada orang lain, lebih-lebih kepada Allah swt. Akan tetapi, jika sebagian harapan kita telah terpenuhi, maka janji tinggal janji. Ketika Allah memberi kekayaan, kita malah korupsi. Ketika Allah memberi tambahan umur malah kita manjauh dari ibadah, mendekat kepada maksiat.
Kondisi seperti inilah yang kemudian diangkat oleh Allah dalam sebuah ayatNya: "Dan diantara mereka ada orang yang telah berikarar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karuniaNya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagain karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan dalam hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan juga karena mereka selalu berdusta. Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib?" (QS At Taubah : 75-78)
Abu Hurairah meriwayatkan hadits panjang yang isiya menceritakan tentang kejelekan mengkhianati janji dan resiko yang bakal dihadapi, Rasulullah bersabda: "Ada tiga orang dari Bani Israil yang diuji oleh Allah. Mereka itu ada yang menderita penyakit kusta, ada yang gundul tidak punya rambut dan ada yang buta. Kemudian Allah mengutus malaikat menemui mereka. Yang pertama kali malaikat datang kepada orang yang sakit kusta. Malaikat bertanya: "apakah yang lebih engkau inginkan" Orang yang sakit kusta menjawab,"Aku ingin rupa yang bagus dan kulit yang halus dan hilangnya penyakit yang menyebabkan orang jijik kepada saya."
Kemudian malaikat menyapunya dan hilanglah penyakit yang menjijikan itu seketika. Dan diberinya rupa ia yang bagus dan kulit yang halus. Selanjutnya malaikat bertanya lagi,"Harta apa yang engkau inginkan?" Ia menjawab, "Unta". Maka diberinya unta bunting dan malaikat mendo'akannya,"SemogaAllah menjadikan unta ini bibit yang banyak dan menghasilkan anak-anak untamu hingga berlipat ganda"
Selanjutnya malaikat datang menemui orang gundul sambil bertanya, "Apa yang lebih engkau inginkan?" Si gundul menjawab, "Rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang membuat orang jijik kepadaku."
Malaikat lalu menyapunya, dan hilanglah seketika itu (yakni tumbuhlah rambutnya seperti sediakala). Selanjutnya malaikat bertanya,"Harta apa yang engkau inginkan?" orang gundul itu menjawab,"Sapi" . maka diberikannya seekor sapi yang bunting dan malaikat mendo'akan,"Semoga Allah menjadikan sapi itu bibit yang melahirkan berlipat ganda anak-anaknya untuk kamu."
Selanjutnya malaikat datang menemui orang yang buta seraya bertanya,"Apa yang lebih engkau inginkan?" orang buta menjawab "Saya ingin semoga Allah mengembalikan penglihatan saya."
Maka malaikat menyapunya, dan si buta dapat melihat kembali seperti sediakala. Kemudian malaikat bertanya lagi, "Harta apa yang engkau inginkan?" orang buta menjawab,"Kambing". Maka diberinya seekor kambing yang bunting.
Demikianlah ketiga jenis binatang, unta, sapi, kambing yang telah diberikan kepada ketiga orang miskin itu sekarang telah berkembang biak. Dari hari ke hari bertambah banyak juga jumlahnya, sehingga ketiganya menjadi orang kaya raya.
Yang tadinya berpenyakit kusta, sekarang memiliki lembah unta yang luas, demikian juga dengan yang berpenyakit gundul memiliki lembah sapi yang luas dan oarng yang tadinya buta, sekarang telah pula memiliki lembah kambing yang luas pula.
Kemudian pada suatu hari malaikat menjelma menjadi sebagai manusia berpenyakit kusta mendatangi si kaya bekas berpenyakit kusta, lalu Ia bertanya,"Saya ini orang miskin yang kehabisan ongkos di perjalanan. Mungkin saya tidak akan sampai ketempat tujuan hari ini kecuali dengan pertolongan Allah fan pertolongan tuan. Saya mohon kepada tuan, agar tuan memberi ongkos untuk melanjutkan perjalanan saya.
Orang kaya baru yang tadinya berpenyakit kusta itu berkata,"Saya banyak utang yang harus dibayar." Mlaikat berkata pula,"Rasa-rasanya saya mengenal tuan. Bukankah tuan aygn dahulunya menderita penyakit kusta yang membuat manusia jijik kepada tuan dan lagi keadaan tuan miskin. Sekarang tuan dikaruniai Alalh nikmat yang banyak ini."
Orang itu menyangkal,"Tidak demikian harta ini bukan dari mana-mana tahu?" tapi semat-mata warisan dari bapak dan kakekku."
Malaikat berkata pula,"Apabila tuan berdusta, semoga Allah mendajikan tuan seperti sediakala"
Setelah itu malaikat mendatangi orang kaya kedua yang tadinya berpenyakit gundul. Lalu kepadanya dimohonkan bantuan, seperti yang dikatakannya kepada orang pertama tadi. Jawabannya ternyata sama saja, si kaya menolak dan ingkar, hingga malaikat berkata kepadanya"Apabila tuan berdusta, semoga Allah menjadikan tuan seperti semual."
Akhirnya malaikat sampai kepada orang kaya baru yang ketiga, yang tadinya menderita penyakit buta. Lalu malaikatpun menguraikan maksudnya mohon bantuan. Lalu orang yang tadinya buta itu berkata"Betul, saya tadinya buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Silahkan ambil sekehendakmu apa yang kamu kehendaki, tinggalkan sisanya sekehendakmu pula. Demi Allah, saya tidak akan menyusahkamu hari ini dengan menolak sesuatu yang kamu ambil karena Allah."
Malaikat lalu berkata."Peganglah saja hartamu, saya tidak akan mengambilnya. Saya hanya menguji saja, ternyata kamu lulus dari ujian ini. Dengan demikian kamu diridhai Allah dan kedua temanmu itu dibenciNya.
Kamis, 17 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar