Oleh : Cahyadi Takariawan
Engkau aktif dalam kegiatan dakwah ? Engkau telah bekerja melakukan
berbagai upaya menebarkan kebaikan di daerah ? Jika ya, maka mungkin
engkau pernah mendengar ucapan-ucapan seperti ini, entah dari siapa.
“Luar biasa aktivitas anda membesarkan dakwah di daerah. Sayang
sekali, senior anda yang di pusat justru mengkhianati perjuangan anda.
Mereka telah mengejar harta, tahta dan wanita, dan melupakan tujuan
perjuangan. Lalu, untuk apa anda tetap berpayah-payah di daerah?”
“Sia-sia semua yang kalian kerjakan. Hasilnya dirampas oleh sebagian
kecil elit di antara kalian. Apa kalian masih akan bertahan ?”
“Lihatlah apa yang terjadi pada kalian. Setiap hari bertabur berita
jelek di media. Itu menandakan aktivitas dakwah kalian sudah jauh
menyimpang, karena kerakusan para pemimpin kalian. Mereka telah gila
dunia dan melupakan akhirat”.
Semua kata-kata itu keluar begitu saja dari mereka yang tidak mengerti
makna ucapannya sendiri. Seakan-akan semua yang diucapkannya adalah
kebenaran. Seakan-akan yang disampaikan adalah data dan fakta yang
telah teruji kebenarannya, lalu semua yang mendengarkan diharapkan
segera beriman. Seakan-akan semua yang mereka ungkapkan adalah dalil
pembenaran untuk meninggalkan gelanggang perjuangan.
Alkisah, seorang kader dakwah merasa tengah mengalami titik kejenuhan.
Banyak beban dakwah dan beban kehidupan harus dihadapi sendiri. Ia
mulai merenung, berpikir, dan akhirnya merasa semakin lemah. Aktivitas
dakwah yang semula menumpuk setiap hari, perlahan mulai dikurangi.
Dikumpulkannya “kata orang” tentang pemimpinnya. Dia belanja isu
tentang kehidupan para pimpinan dakwah. Cukup banyak sudah isu
dikumpulkan, semua semakin melemahkan semangat dakwahnya. Ia mulai
menghitung ulang keterlibatannya dalam aktivitas dakwah, dan
mempertimbangkan langkah mundur ke belakang.
Di hadapanku ia curahkan semua isi hatinya. Sesak, gumpalan beban
menghimpit dada dan hatinya. Lelah, penat, jenuh, kecewa, sedih,
bercampur aduk…. Air matanya tumpah ruah saat bercerita tentang
kepedihan hatinya. Aku merasakan bendungan perasaan itu ambrol, air
bah kekecewaan mengalir sangat deras tidak terbendung. Dahsyat, luar
biasa….
Aku segera menceritakan makna ikhlas bagi kader yang berada di
lapangan. Aku hanya kader lapangan, waktuku habis di jalan, bukan di
kantoran. Aku tidak bisa menjelaskan dengan rangkaian teori yang
“tinggi-tinggi”. Ilmuku adalah ilmu lapangan, ilmu aplikasi, berisi
pengalaman dan akumulasi rekaman kejadian setiap hari. Teoriku adalah
teori kehidupan, yang aku dapatkan langsung dari medan perjuangan.
Merekam detail hikmah yang muncul dari perjalanan di sepanjang wilayah
dakwah.
Saudaraku, aku ajak engkau melihat benih-benih yang kita semai di
ladang-ladang dakwah di berbagai wilayah. Subhanallah, benih itu
tumbuh subur menghijau, membuat takjub siapapun yang melihat dan
merasakan detak pertumbuhannya. Kita sirami benih itu, dan kita rawat
dengan sepenuh cinta dan kasih sayang. Perasaan lelah dan jenuh
menghadapi berbagai kendala, segera hilang sirna dengan sempurna, saat
menyaksikan hasil semaian di ladang-ladang dakwah kita.
Rasa jenuh dan lelah bisa hinggap pada hati dan pikiran siapa saja.
Pekerjaan rutin sehari-hari membuat kita mudah mengalami kejenuhan,
apalagi jika yang dihadapi hanya koran, berita televisi, internet dan
kata orang. Dunia disempitkan oleh media, bukan diluaskannya. Lalu apa
yang menyemangati kita ? Mari berjalan menikmati hijaunya lahan-lahan
semaian dakwah yang telah kita rawat lebih dari dua puluh tahun
lamanya. Berjalan, bertemu kader-kader dakwah di setiap daerah,
menyapa dan membersamai aktivitas mereka. Subhanallah, lihat
wajah-wajah cerah yang tampak di setiap pertemuan.
Di sebuah mushalla kecil di kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta,
aku merasakan optimisme dan membuncahnya harapan. Di sebuah ruang
sederhana di Gendeng, Baciro, Kota Jogja, aku menjadi saksi kesetiaan
tanpa jeda. Di sebuah gedung pertemuan di Masamba, Luwu Utara,
Sulawesi Selatan, aku merasakan detak jantung penuh cinta. Di sebuah
ruangan di Baubau, Sulawesi Tenggara, aku merasakan getar kesadaran
akan kemenangan. Di sepanjang bumi Sumatera aku melihat dan merasakan
pancaran semangat yang membara. Di berbagai belahan Kalimantan aku
mendapatkan suasana gelegak kehangatan tak terkalahkan. Di Nusa
Tenggara Barat, yang muncul hanyalah optimisme menghadapi medan
perjuangan. Di Maluku, kepal tangan yang terangkat kuat menandakan tak
akan menyerah menghadapi kendala dakwah. Di Papua, minoritas bukanlah
alasan untuk merasa lemah dan kalah.
Lalu apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Berjalanlah, dan semua wilayah
ini adalah bumi dakwah, tempat kita menyemai cinta. Bergeraklah, dan
semua daerah ini adalah bumi perjuangan, tempat kita menanamkan
harapan. Dimanapun engkau berjalan, dimanapun engkau bergerak, akan
merasakan kesegaran udara yang sangat jernih. Tak ada polusi di sana,
polusi itu justru ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu
menggambarkan betapa besar sesungguhnya ukuran cinta dan harapan yang
ada pada dada para kader di sepanjang wilayah dakwah. Tulisan yang
saya khawatirkan justru menyempitkan makna kesetiaan dan keikhlasan
setiap titik perjuangan kader di seluruh bumi Allah.
Maka bergeraklah, berjalanlah, beraktivitaslah bersama kafilah dakwah.
Rasakan sendiri, lihat sendiri, dengarkan sendiri kata-kata mutiara
yang muncul dari lapangan. Diam telah membuatmu merasakan kejenuhan.
Tidak bergerak menyebabkan pikiranmu dipenuhi pesimisme dan kegalauan.
Tidak berkegiatan membuat hatimu selalu dalam kebimbangan dan
keputusasaan. Bergeraklah di lapangan dakwah, engkau akan menemukan
sangat banyak harapan dan untaian mutiara kesabaran.
Jadi, apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Lihat sendiri, dengan mata
kepalamu sendiri, bagaimana wajah-wajah penuh kecintaan akan selalu
engkau dapatkan. Kemanapun engkau pergi, yang engkau temui adalah
benih-benih tersemai dengan pupuk keimanan dan keutamaan. Kemanapun
engkau melangkah, yang engkau dapatkan adalah buah-buah yang terawat
oleh cinta dan kasih sayang para pembina. Para pembina telah
mencurahkan cinta, telah menorehkan kasih, telah memahatkan sayang di
hati sanubari semua benih dakwah di sepanjang daerah.
Bisakah engkau menanamkan bibit-bibit kebencian, kemarahan, dendam dan
kesumat, lalu menyuburkannya hanya dengan pupuk isu serta gosip
sepanjang masa? Bisakah engkau menciptakan lahan-lahan yang akan
tersuburkan dengan fitnah, caci maki dan sumpah serapah ? Siapa yang
akan bisa memberikan cinta, jika yang engkau keluarkan untuk mereka
adalah dendam membara ? Siapa yang akan memberikan kesetiaan, jika
yang engkau tanam adalah benih-benih permusuhan ? Siapa yang akan
memberikan ketulusan, jika yang engkau taburkan adalah kebencian ?
Jadi, apa yang menggelisahkanmu saudaraku ? Seorang kader dakwah di
Paniai, Papua, menitipkan pesan penting saat aku kesana. “Yang sangat
kami perlukan adalah kehadiran para Pembina. Kami sangat optimis
dengan medan dakwah di sini”. Subhanallah, seperti terbawa mimpi.
Paniai bahkan tidak engkau kenal wilayahnya ada dimana. Engkau tidak
mengetahui bahwa di tempat yang sangat jauh dari keramaian kota itu
ada banyak harapan untuk kebaikan. Benar kan, di sana tidak ada
polusi? Karena polusi itu ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang
tak mampu merangkum kuatnya kecintaan dan tulusnya harapan dari
kader-kader di daerah.
Di sebuah ruang sederhana, di Wamena, Papua, aku mendapatkan dan
merasakan gelora semangat yang sedemikian membahana. Demikian pula di
Merauke. Sekelompok kader telah bekerja melakukan apa yang mereka
bisa, dan ternyata lahan-lahan kering itu sedemikian suburnya. Tak
dinyana, semula kita membayangkan akan kesulitan menanam benih di
lahan yang teramat kering kehitaman. Namun taburan benih tak ada yang
sia-sia. Semangat demikian tinggi mengharap kehadiran kita untuk
menyaksikan pertumbuhan, karena benih telah dirawat dan dipelihara
dengan sepenuh jiwa.
Di sebuah pojok ruang di Manokwari, Irian Jaya Barat, tak kalah
semangat menjalani aktivitas perjuangan. Beberapa gelintir generasi
dakwah, telah menanamkan benih-benih di berbagai wilayah. Siapa
menyangka ternyata kecintaan dan kesetiaan yang tulus dimiliki oleh
mereka yang tinggal jauh di ujung Indonesia. Genggaman tangan sangat
kuat dan hangat masih aku rasakan, seakan tak mau melepaskan. Bahkan
mereka menghantarkan aku hingga di depan tangga pesawat terbang.
Kisah-kisah heroik aku dapatkan selama menemani mereka menyemai benih
di bumi Irian Jaya Barat. Insyaallah pahala berlipat telah Allah
limpahkan untuk mereka.
Jadi, hal apa lagi yang meresahkanmu, saudaraku ? Pernahkah engkau
mendengar Polewali, Majene, Mamuju dan Mamasa ? Mungkin engkau belum
pernah mencarinya di dalam peta. Itu nama-nama kabupaten yang ada di
Sulawesi Barat, propinsi yang terbentuk setelah dimekarkan dari
Sulawesi Selatan. Aku telah melawat berhari-hari lamanya, menemukan
bongkahan semangat yang sangat potensial. Sangat banyak luapan energi
yang siap untuk mencerahkan wilayahnya. Mereka menjemput kesetiaan
dengan melakukan sangat banyak kegiatan, di tengah berbagai
keterbatasan yang mereka hadapi.
Aku juga mengunjungi dan menyapa kader-kader di Mataram, Lombok,
Sumbawa, Dompu dan Bima. Luar biasa semangat kader-kader dakwah di
sana. Di sudut-sudut ruangan, aku menemukan kenyataan cinta itu hidup
segar, bersemi indah dan terawat dengan cermat. Tangan-tangan halus
para pembina telah membentuk karakter yang kuat pada para aktivis
dakwah, sehingga mereka terus menerus bekerja tanpa mengenal lelah,
padahal tidak ada yang memberi upah. Hanya Allah yang menjadi tumpuan
harapan kerja mereka. Luar biasa.
Di sepanjang ruas jalan yang aku lalui di Balikpapan, Samarinda, Kutai
Timur, Kutai Kertanegara, Penajam, Berau, yang terhirup adalah udara
jernih, bukti kemurnian tujuan perjuangan. Demikian pula saat aku
menapaki Banda Aceh, Pidie, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, yang
terasakan hanyalah semangat berkontribusi tanpa henti. Para kader
telah bertahan di medan perjuangan dengan segenap kecintaan dan
harapan. Tak ada polusi di sana, karena polusi itu adanya di sini. Di
tulisan ini. Tulisan yang tak mampu mengkabarkan dengan tepat betapa
keutuhan dan ketulusan langkah perjuangan kader-kader dakwah di
sepanjang wilayah. Sepanjang mata memandang, yang tampak adalah
dinamika berkegiatan, berlomba melakukan hal terbaik yang bisa mereka
lakukan, berlomba mencetak prestasi dan karya besar bagi bangsa dan
negara.
Maka, apa yang meragukanmu, saudaraku ? Suara-suara itu,
tuduhan-tuduhan itu, kata-kata itu ? Aku bukan seseorang yang
berwenang menjelaskan. Maka aku tak mau mendengarkannya, karena sama
sekali tidak ada artinya bagiku. Aku hanyalah seorang kader lapangan.
Waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku merasakan gairah
pertumbuhan, aku mendengarkan degup jantung penuh kecintaan, aku
mencium harum aroma kemenangan, aku melihat gurat keteguhan, aku
menikmati cita rasa kesetiaan. Aku menjadi saksi betapa suburnya cinta
dan kesetiaan kader di sepanjang jalan dakwah, di sepanjang bumi
Allah.
Waktu, tenaga, pikiran, harta benda bahkan jiwa telah mereka
sumbangkan dengan sepenuh kesadaran. Tidak ada yang terbayang dalam
benak mereka, kecuali upaya memberikan yang terbaik bagi perjuangan.
Berbagai kekurangan dan kelemahan mereka miliki, namun tidak
menyurutkan semangat dan memadamkan gairah yang menggelora di dada.
Mereka yakin akan janji-janji Ketuhanan, bahwa kemenangan itu dekat
waktunya. Mereka menjemput kesetiaan dengan selalu bergerak, berbuat,
beraktivitas di lapangan. Bukan duduk diam menunggu sesuatu, atau
melamunkan sesuatu.
Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan itu, caci maki itu, apakah masih ada
artinya jika engkau telah menghirup nafas dari udara yang sangat
jernih di wilayah dakwah ? Apakah masih membuatmu gelisah jika tubuhmu
telah basah oleh keringat dari perjalanan panjang yang sangat
menyenangkan di berbagai daerah ? Apakah masih membuatmu ragu jika
matamu telah memandang kehijauan lahan-lahan yang kita semai di
sepanjang bumi Allah ? Apakah masih membuatmu gundah jika hatimu telah
bertaut dengan aktivitas kader-kader dakwah yang menjemput kesetiaan
dengan berjaga dan bertahan di berbagai medan perjuangan ?
Sungguh, aku menjadi saksi kesetiaan mereka di sepanjang jalan dakwah.
Aku menjadi saksi hasrat dan kecintaan mereka yang sedemikian besar
kepada perjuangan dakwah. Aku juga berharap, kader-kader di daerah
mengerti betapa besar cinta kami kepada lahan-lahan yang tumbuh
bersemi. Aku selalu memohon perlindungan dan kekuatan kepada Allah,
semoga Allah selalu melindungi dan menjaga dakwah dan para qiyadah.
Aku selalu memohon kepada Allah, agar semangat dan gairah dakwah tidak
pernah melemah. Ya Allah, beritahukan kepada kader-kader yang setia
berjaga di garis kesadaran dan harapan, betapa besar cinta kami kepada
mereka. Ya Allah sampaikan kepada para kader yang telah bekerja
sepenuh jiwa, betapa hati kami selalu tertambat kepada mereka.
Beritahukan ya Allah, cinta kami sangat tulus untuk mereka. Selamanya.
Selamanya !
Pancoran Barat, 3 Mei 2011
Kamis, 05 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar